Oleh: Sinang Bulawan
Sinang Bulawan dan isteri di Menara Effiel 2004
"Bateaux Parisien",
tulisan tersebut terpampang di kaca depan kapal Onyx, yang kami naiki. Ada
beberapa kapal lagi di depan seperti Saphir dan Maxim. Tetapi rupanya kami
dipersilahkan menaiki kapal Onyx ini karena yang lain sudah penuh.
Malam ini mulai jam setengah
sembilan sampai jam sebelas kami akan menikmati makan sambil menyaksikan
pemandangan kota Paris dengan kapal di sepanjang sungai Seine.
Suatu kesempatan yang langka.
Memang, karena jumlah penumpang sangat dibatasi, pemesanan tempat juga harus
dilakukan jauh hari, tidak bisa dilakukan pembayaran di tempat. Dan, biayanya
cukup mahal. Ini sangat beda dengan perjalanan di sungai Seine untuk turis yang
umum. Mereka kapan saja bisa naik kapal tour dengan atap terbuka, dan dengan
jumlah penumpang yang tidak dibatasi. Atau, bisa saja menikmati makan malam di
atas kapal di pinggir sungai Seine. Namun kapalnya tidak bergerak sama sekali.
Kapal statis, atau hanya restoran di kapal.
Saya mengambil posisi duduk di kursi
dekat gang. Satu meja disiapkan untuk sepuluh orang saling berhadapan. Saya
coba menghitung, ada sekitar 15 meja berjejer rapi, di kiri dan kanan sisi
kapal. Di depan ada enam meja bulat masing-masing untuk enam orang. Jadi perkiraan
saya dalam satu perjalanan kapal bisa menampung tiga ratusan orang. Cukup
banyak juga. Sebagian besar kelihatan mereka turis. Di sebelah depan meja kami,
ada tiga meja diisi rombongan dari China. Di belakang, rombongan dari Inggris,
kemudian separuh barisan di depan kelihatan dari China lagi. Di sisi barisan
seberang, sebagian besar dari Jepang. Di belakang, penuh dengan turis bule,
entah dari negara mana lagi.
Mesin kapal sudah mulai dihidupkan,
saya lihat jam menunjukkan angka setengah sembilan. Sebentar lagi kapal akan
meninggalkan Port de la Bourdonnais, pelabuhan khusus dekat berdirinya menara
Eiffel. Walau pun sedikit ditutupi rimbunan pohon, sebagian menara itu masih
kelihatan jelas dari bagian dalam kapal. Apalagi dinding dan atap kapal dibuat
dari fiberglass yang tembus pandang. Sekilas, Menara Eiffel terlihat kuning
keemasan, karena pengaruh cahaya kuning lampu-lampu yang menyala di sepanjang
rangka-rangka bajanya. Sungguh sangat fantastik.
Iringan biola yang dimainkan musisi
wanita di atas panggung di depan terdengar lirih. Kalau tidah salah ia
memainkan lagu "Wellcome to Paris". Potongan-potongan syair yang
hidup, mengantar kapal yang mulai perlahan bergerak maju. Penumpang mulai
bersorak dan bertepuk tangan.
Pelayan sudah mulai menyajikan makan
pembuka, biola di depan memainkan lagu klasik ciptaan Chopin. Merdu sekali, dan
alangkah mahirnya dia meminkan liukan-liukan syair tersebut. Membawa pikiran
jauh ke masa silam. Pas sekali perpaduan musik dan pemandangan yang ada. Muncul
di depan gedung tua Les Invades. Rumah sakit militer yang dibangun tahun 1671
di bawah kekuasaan Louis XIV, di mana di bagian lantai di tengah-tengahnya
kubah, dikubur jasad Napoleon Bonaparte. Berikutnya terlihat gedung L'Assemble
Nationale, atau gedung DPRnya Negara Perancis.
Roti kecil-kecil menu pembuka sudah
habis, minuman ringan kemudian dituang pelayan ke gelas. Menyusul satu mangkuk
sup labu pun tuntas ditelan tanpa terasa. Mengapa tidak, karena musik di depan
mengalunkan lagu ciptaan Mozart. Wow, cantiknya si pemain biola sama cantik
dengan suara gesekan biolanya. Siapa yang tidak kenal dengan Mozart. Musisi
jenius yang sudah mulai main biola di umur empat tahun, dan yang sangat
menggegerkan dunia. Ia sudah mulai ikut konser di umur enam tahun. Sesuatu yang
luar biasa. Tapi sayang ia meninggal selagi masih muda, 36 tahun.
Le musee d'Orsay, gedung museum tua
muncul di hadapan kami. Dulunya merupakan stasiun kereta api kuno, tahun 1986
diubah jadi museum. Berikutnya, L'institut de France, dibangun oleh Le Vau
tahun 1805 sebagai akademi tua sejak kekuasaan Napoleon I. Dan selanjutnya ini
dia, muncul La Cathedrale Notre-Dame. Semua orang akan kenal bangunan ini, di
buat tahun 1160-1330. Inilah sebenar-benarnya pusat kota Paris. Titik nol kota
Paris. Kalau di Jakarta sama seperti Monas.
Pelayan sudah menghidangkan makanan
utama di meja kami. Saya pesan "chicken and mushroom supreme,
truffle-scented potato puree'. Daging ayam empuk sekali diisi dengan jamur
kuping, dimakan bersama semangkuk kentang giling. Oi mak enaknya. Lebih enak
lagi kalau dikasih sambal. Sayang di sayang, orang Perancis tidak mengenal
sambal. Saya pesan sambal, eh dikasih malah bubuk merica.
Tapi tidak apa-apa, suara biduanita
Perancis di depan panggung membuat suasana beda. Ia sementara menggantikan
pemain biola yang istirahat minum. Lagu Billy Jean, Michel Jackson
dinyanyikannya mulus. Bersambung dengan unjuk kebolehan si pemain biola yang
muncul kembali dan berjalan ke meja-meja pengunjung. Gesekan lagu Wo Aini di depan
meja orang-orang China, memberikan respon gemuruh. Lagu Sukiyaki, di depan meja
turis dari Jepang. Beberapa wanita Jepang ikut berdiri dan bernyanyi. Tidak
ketinggalan, oalaa mak, dia mainkan juga lagu daerah kita, di depan meja kami.
Lagu "Sirih Kuning". Fasih sekali. Hebat, benar-benar hebat.
Sambil makan, pengeras suara
mengingatkan pengunjung, di sebelah kanan kapal ada bangunan L'Hotel de Ville
yang dibangun oleh sang empunya Francis I tahun 1533, sempat habis terbakar
tahun 1871, namun dibangun kembali tahun 1874. Berikutnya terlihat gedung La
Concierge yang dibangun tahun 1310 oleh Philippe IV the Fair. Gedung ini
dijadikan penjara yang mengerikan semasa Revolusi Perancis.
Kembali lagu klasik dimainkan, suara
jeritan biola mengingatkan masa lampau sewaktu Leonardo da Vinci melukis
Monalisa dalam sinar temaram lampu minyak. Lukisan yang sampai saat ini masih
misterius, mempertanyakan arti senyuman Monalisa yang sekarang terpajang di
ujung musium Le Lourve. Musium terbesar dan terlengkap di dunia. Awalnya musium
ini merupakan Istana dengan panjang keseluruhan 700 meter, terbentang dari Rue
de Rivoli di satu sisi, sampai ujungnya di sisi sungai Seine ini. Di depan kami
sekarang.
Makan penutup pesanan saya datang.
Soft almod biscuit with violet cream and apricots. Manis sedikit asam, tapi
enak. Di depan muncul kembali si penyanyi wanita mendendangkan lagu Frank
Sinatra "New York, New York", karena bertepatan kapal sudah di sisi
patung Liberty kecil di sungai Seine. Patung persembahan warga Amerika yang
tinggal di Perancis sebagai ganti ucapan terima kasih mereka terhadap negara
Perancis yang sudah membuatkan Patung Liberty di Amerika yang didirikan di
pulau kecil dekat New York.
Sekarang kelihatan lagi, mula-mula
pucuknya, kemudian badannya, dan akhirnya kakinya. Ya, menara Eiffel muncul
kembali. Dalam bentuk yang sempurna. Kuning keemasan. Megah. Sangat megah.
Semua orang berteriak kegirangan. Sangat anggun sekali. Menara dengan tubuh
seluruhnya terbuat dari rangka baja. Pada awalnya dibuat hanya untuk sementara
dalam World Fair tahun 1889. Tetapi jadi keterusan untuk dipertahankan. Dengan
tinggi 320 meter. Dirancang oleh teknisi Gustave Eiffel. Menara tertinggi saat
itu. Sangat tinggi sekali terlihat dari sungai Seine. Pemandangan yang tidak akan
terlupakan. Apalagi saat penampakannya diiringi lagu "Sous les ponts de
Paris" yang dinyanyikan di panggung. Lagu dengan arti "Di bawah
jembatan Paris", yang bernada syahdu membuat semua tepukan menjadi semakin
ramai.
Malam semakin larut, jarum jam sudah
menunjukkan arah ke angka sebelas. Kapal L'Onyx kembali merapat di pelabuhan.
Sajian malam telah selesai, semua bersiap turun. Namun, di panggung irama
semakin panas, lagu "Saturday Night Fever" John Travolta muncul. Wow,
ya benar saat ini Sabtu Malam. Tepat sekali. Bersamaan dengan semua penumpang
turun, menara Eiffel menyala terang benderang. Lampu-lampu kilat kecil-kecil di
seluruh rangkaian baja bergantian memancarkan cahaya yang menyilaukan. Oh no,
seperti kembang api. Tepat jam sebelas. Tidak lama. Hanya lima menit. Sangat
memukau. Indah sekali. Menutup semua perjalanan tadi dengan sangat klimaks.
Luar biasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar