Rabu, 22 Januari 2014

A Board De L'Onyx

Oleh: Sinang Bulawan





Sinang Bulawan dan isteri di Menara Effiel 2004



"Bateaux Parisien", tulisan tersebut terpampang di kaca depan kapal Onyx, yang kami naiki. Ada beberapa kapal lagi di depan seperti Saphir dan Maxim. Tetapi rupanya kami dipersilahkan menaiki kapal Onyx ini karena yang lain sudah penuh.

 
Malam ini mulai jam setengah sembilan sampai jam sebelas kami akan menikmati makan sambil menyaksikan pemandangan kota Paris dengan kapal di sepanjang sungai Seine.

 
Suatu kesempatan yang langka. Memang, karena jumlah penumpang sangat dibatasi, pemesanan tempat juga harus dilakukan jauh hari, tidak bisa dilakukan pembayaran di tempat. Dan, biayanya cukup mahal. Ini sangat beda dengan perjalanan di sungai Seine untuk turis yang umum. Mereka kapan saja bisa naik kapal tour dengan atap terbuka, dan dengan jumlah penumpang yang tidak dibatasi. Atau, bisa saja menikmati makan malam di atas kapal di pinggir sungai Seine. Namun kapalnya tidak bergerak sama sekali. Kapal statis, atau hanya restoran di kapal.

 
Saya mengambil posisi duduk di kursi dekat gang. Satu meja disiapkan untuk sepuluh orang saling berhadapan. Saya coba menghitung, ada sekitar 15 meja berjejer rapi, di kiri dan kanan sisi kapal. Di depan ada enam meja bulat masing-masing untuk enam orang. Jadi perkiraan saya dalam satu perjalanan kapal bisa menampung tiga ratusan orang. Cukup banyak juga. Sebagian besar kelihatan mereka turis. Di sebelah depan meja kami, ada tiga meja diisi rombongan dari China. Di belakang, rombongan dari Inggris, kemudian separuh barisan di depan kelihatan dari China lagi. Di sisi barisan seberang, sebagian besar dari Jepang. Di belakang, penuh dengan turis bule, entah dari negara mana lagi.

 
Mesin kapal sudah mulai dihidupkan, saya lihat jam menunjukkan angka setengah sembilan. Sebentar lagi kapal akan meninggalkan Port de la Bourdonnais, pelabuhan khusus dekat berdirinya menara Eiffel. Walau pun sedikit ditutupi rimbunan pohon, sebagian menara itu masih kelihatan jelas dari bagian dalam kapal. Apalagi dinding dan atap kapal dibuat dari fiberglass yang tembus pandang. Sekilas, Menara Eiffel terlihat kuning keemasan, karena pengaruh cahaya kuning lampu-lampu yang menyala di sepanjang rangka-rangka bajanya. Sungguh sangat fantastik.

 
Iringan biola yang dimainkan musisi wanita di atas panggung di depan terdengar lirih. Kalau tidah salah ia memainkan lagu "Wellcome to Paris". Potongan-potongan syair yang hidup, mengantar kapal yang mulai perlahan bergerak maju. Penumpang mulai bersorak dan bertepuk tangan.

 
Pelayan sudah mulai menyajikan makan pembuka, biola di depan memainkan lagu klasik ciptaan Chopin. Merdu sekali, dan alangkah mahirnya dia meminkan liukan-liukan syair tersebut. Membawa pikiran jauh ke masa silam. Pas sekali perpaduan musik dan pemandangan yang ada. Muncul di depan gedung tua Les Invades. Rumah sakit militer yang dibangun tahun 1671 di bawah kekuasaan Louis XIV, di mana di bagian lantai di tengah-tengahnya kubah, dikubur jasad Napoleon Bonaparte. Berikutnya terlihat gedung L'Assemble Nationale, atau gedung DPRnya Negara Perancis.

 
Roti kecil-kecil menu pembuka sudah habis, minuman ringan kemudian dituang pelayan ke gelas. Menyusul satu mangkuk sup labu pun tuntas ditelan tanpa terasa. Mengapa tidak, karena musik di depan mengalunkan lagu ciptaan Mozart. Wow, cantiknya si pemain biola sama cantik dengan suara gesekan biolanya. Siapa yang tidak kenal dengan Mozart. Musisi jenius yang sudah mulai main biola di umur empat tahun, dan yang sangat menggegerkan dunia. Ia sudah mulai ikut konser di umur enam tahun. Sesuatu yang luar biasa. Tapi sayang ia meninggal selagi masih muda, 36 tahun.

 
Le musee d'Orsay, gedung museum tua muncul di hadapan kami. Dulunya merupakan stasiun kereta api kuno, tahun 1986 diubah jadi museum. Berikutnya, L'institut de France, dibangun oleh Le Vau tahun 1805 sebagai akademi tua sejak kekuasaan Napoleon I. Dan selanjutnya ini dia, muncul La Cathedrale Notre-Dame. Semua orang akan kenal bangunan ini, di buat tahun 1160-1330. Inilah sebenar-benarnya pusat kota Paris. Titik nol kota Paris. Kalau di Jakarta sama seperti Monas.

 
Pelayan sudah menghidangkan makanan utama di meja kami. Saya pesan "chicken and mushroom supreme, truffle-scented potato puree'. Daging ayam empuk sekali diisi dengan jamur kuping, dimakan bersama semangkuk kentang giling. Oi mak enaknya. Lebih enak lagi kalau dikasih sambal. Sayang di sayang, orang Perancis tidak mengenal sambal. Saya pesan sambal, eh dikasih malah bubuk merica.

 
Tapi tidak apa-apa, suara biduanita Perancis di depan panggung membuat suasana beda. Ia sementara menggantikan pemain biola yang istirahat minum. Lagu Billy Jean, Michel Jackson dinyanyikannya mulus. Bersambung dengan unjuk kebolehan si pemain biola yang muncul kembali dan berjalan ke meja-meja pengunjung. Gesekan lagu Wo Aini di depan meja orang-orang China, memberikan respon gemuruh. Lagu Sukiyaki, di depan meja turis dari Jepang. Beberapa wanita Jepang ikut berdiri dan bernyanyi. Tidak ketinggalan, oalaa mak, dia mainkan juga lagu daerah kita, di depan meja kami. Lagu "Sirih Kuning". Fasih sekali. Hebat, benar-benar hebat.

 
Sambil makan, pengeras suara mengingatkan pengunjung, di sebelah kanan kapal ada bangunan L'Hotel de Ville yang dibangun oleh sang empunya Francis I tahun 1533, sempat habis terbakar tahun 1871, namun dibangun kembali tahun 1874. Berikutnya terlihat gedung La Concierge yang dibangun tahun 1310 oleh Philippe IV the Fair. Gedung ini dijadikan penjara yang mengerikan semasa Revolusi Perancis.

 
Kembali lagu klasik dimainkan, suara jeritan biola mengingatkan masa lampau sewaktu Leonardo da Vinci melukis Monalisa dalam sinar temaram lampu minyak. Lukisan yang sampai saat ini masih misterius, mempertanyakan arti senyuman Monalisa yang sekarang terpajang di ujung musium Le Lourve. Musium terbesar dan terlengkap di dunia. Awalnya musium ini merupakan Istana dengan panjang keseluruhan 700 meter, terbentang dari Rue de Rivoli di satu sisi, sampai ujungnya di sisi sungai Seine ini. Di depan kami sekarang.

 
Makan penutup pesanan saya datang. Soft almod biscuit with violet cream and apricots. Manis sedikit asam, tapi enak. Di depan muncul kembali si penyanyi wanita mendendangkan lagu Frank Sinatra "New York, New York", karena bertepatan kapal sudah di sisi patung Liberty kecil di sungai Seine. Patung persembahan warga Amerika yang tinggal di Perancis sebagai ganti ucapan terima kasih mereka terhadap negara Perancis yang sudah membuatkan Patung Liberty di Amerika yang didirikan di pulau kecil dekat New York.

 
Sekarang kelihatan lagi, mula-mula pucuknya, kemudian badannya, dan akhirnya kakinya. Ya, menara Eiffel muncul kembali. Dalam bentuk yang sempurna. Kuning keemasan. Megah. Sangat megah. Semua orang berteriak kegirangan. Sangat anggun sekali. Menara dengan tubuh seluruhnya terbuat dari rangka baja. Pada awalnya dibuat hanya untuk sementara dalam World Fair tahun 1889. Tetapi jadi keterusan untuk dipertahankan. Dengan tinggi 320 meter. Dirancang oleh teknisi Gustave Eiffel. Menara tertinggi saat itu. Sangat tinggi sekali terlihat dari sungai Seine. Pemandangan yang tidak akan terlupakan. Apalagi saat penampakannya diiringi lagu "Sous les ponts de Paris" yang dinyanyikan di panggung. Lagu dengan arti "Di bawah jembatan Paris", yang bernada syahdu membuat semua tepukan menjadi semakin ramai.

 
Malam semakin larut, jarum jam sudah menunjukkan arah ke angka sebelas. Kapal L'Onyx kembali merapat di pelabuhan. Sajian malam telah selesai, semua bersiap turun. Namun, di panggung irama semakin panas, lagu "Saturday Night Fever" John Travolta muncul. Wow, ya benar saat ini Sabtu Malam. Tepat sekali. Bersamaan dengan semua penumpang turun, menara Eiffel menyala terang benderang. Lampu-lampu kilat kecil-kecil di seluruh rangkaian baja bergantian memancarkan cahaya yang menyilaukan. Oh no, seperti kembang api. Tepat jam sebelas. Tidak lama. Hanya lima menit. Sangat memukau. Indah sekali. Menutup semua perjalanan tadi dengan sangat klimaks. Luar biasa.

 
Paris, Sabtu 10 April 2004. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar